Wednesday, July 1, 2009

BATAM VISIT 2010: ANTARA IMPIAN DAN REALITA

Prospek pariwisata ke depan sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan peluang besar, terutama apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah wisatawan internasional ( inbound tourism ) berdasarkan perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.

Berdasarkan angka perkiraan tersebut maka, PEMKO Batam dan para pelaku pariwisata Batam dalam konteks program Batam Visit 2010 khususnya, seyogyanya telah melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita, sebab Batam secara geografis sangat dekat dengan Singapore, Malaysia, Thailand dan negara sekitarnya. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Batam.

Disisi lain, program Batam Visit 2010 yang telah dicanangkan PEMKO Batam tidak memperlihatkan perencanaan yang matang dan terarah dengan mengikuti trend pariwisata global sebagai acuan untuk menangkap peluang wisatawan mancanegara yang jumlahnya demikian besar pada tahun 2010 yang akan datang. Target Pemko Batam untuk menjadikan Batam menjadi kota ketiga terbesar dalam perolehan devisa Negara melalui pariwisata setelah Bali dan Jakarta dapat saja dijadikan ukuran keberhasilan program Batam Visit 2010 nanti, Namun apakah target tersebut realistis dan achievable adalah persoalan lain. Dan mengingat demikian tingginya tingkat aktivitas seremonial dibandingkan kegiatan factual untuk pengembangan pariwisata di Batam, maka keberhasilan Batam Visit 2010 dikhawatirkan hanya merupakan seremonial dan impian belaka.

Banyak hal yang tidak terlihat dari geliat program Batam Visit 2010, antara lain tidak tampaknya kesadaran atau pemahaman dari Dinas Pariwisata Batam dan para pelaku pariwisata di Batam tentang perubahan pola konsumsi yang terjadi pada wisatawan, khususnya wisatawan global, yaitu dari pola konsumsi santai menikmati sun-sea and sand kepada jenis wisata yang lebih tinggi lagi yang meskipun tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya ( culture ) dan peninggalan sejarah ( heritage ) serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara.

Seharusnya perubahan pola wisata global ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi pengembangan produk pariwisata, khususnya produk wisata jenis ekowisata atau wisata berbasis masyarakat( community based tourism ), maupun promosi baik disisi pemerintah maupun swasta. Dari sisi pemerintah Kota perlu dilakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran sebagai fasilitator dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi hal ini. Disisi lain ada porsi kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan oleh swasta yang lebih mempunyai sense of business karena memang sifat kegiatannya berorientasi bisnis.

Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure travel , cultural travel dan ecotourism . Dibahas pula kaitannya dengan akomodasi yang dimiliki oleh masyarakat atau disebut small family-owned hotels yang biasanya berkaitan erat dengan tiga jenis kegiatan tersebut. Bank Dunia yakin bahwa peningkatan wisata adventure , ecology dan budaya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan sekitarnya sekaligus memelihara budaya, kesenian dan cara hidup masyarakat disekitarnya. Selain itu CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka. Namun realitanya Batam Visit 2010 tidak pernah menyinggung tentang CBT, apalagi pengembangannya sehingga apa yang bisa dibanggakan pada program Batam Visit 2010 selain logo dan sign board yang menampilkan Batam Visit 2010 yang tidak jelas arah, isi dan maksudnya? Namun demikian kita tetap berharap agar Batam Visit 2010 dapat berhasil sesuai dengan target yang telah ditetapkan, agar impian kita sesuai dengan realita yang ada dan marwah kita sebagai orang Batam tetap terjaga

No comments:

Post a Comment