Wednesday, July 1, 2009

Wisata Berbasis Masyarakat


( Sebagai Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan )


Pendahuluan

Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan prinsip –prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dalam dampak pembangunan ekowisata.


Community Based Tourism/Wisata Berbasis Masyarakat

Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan Community Based Tourism (CBT) sebagai pendekatan pembangunan. Definisi CBT yaitu: 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada communitas yang kurang beruntung di pedesaan/pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan demikian CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada peran aktif masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwista yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada pembangunan pariwisata yang seringkali men gabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata. Suansri (2003:14) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. CBT merupakan alat pembangun-an komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan kata lain CBT merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.


Paradigma Baru Pariwisata

Gagasan untuk memunculkan tools berpadigma baru dalam pembangunan pariwisata adalah semata-mata untuk menjaga keberlangsungan pariwisata itu sendiri. Untuk itu ada beberapa prinsip dasar CBT yaitu: 1) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata, 2) mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek, 3) mengembangkan kebanggaan komunitas, 4) mengembangkan kualitas hidup komunitas, 5) menjamin keberlanjutan lingkungan, 6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal, 7) membantu berkembangnya pembel ajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas, 8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia, 9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas, 10) berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan ) dalam proyek yang ada di komunitas. Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah dan prinsip dasar dari pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin. Meski dalam prinsip dasar tersebut secara eksplisit lebih memfokus kan pada kepen-tingan masyarakat lokal, tetapi ide utama dalam prinsip dasar tersebut adalah hubungan yang lebih seimbang atara wisatawan dan masyarakat lokal dalam industri pariwisata. Keseimbangan yang dimaksud antara lain dalam hal status kepemilikan komunitas, pembagian keuntungan yang adil, hubungan sosial budaya yang didasari sikap saling menghargai, dan upya bersama untuk menjaga lingkungan. Sebagai tindak lanjut Suansri (2003:21 -22) menyampai-kan pointpoint yang merupakan aspek utama pengembangan CBT berupa 5 dimensi, yaitu: 1) dimensi ekonomi, dengan indikator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata; 2) dimensi sosial dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki -laki perempuan, generasi muda dan tua, membangun penguatan organisasi komunitas; 3) dimensi budaya dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, budaya pembangunan melekat erat dalam budaya lokal; 4) dimensi lingkungan, dengan indikator mempelajari carryng capacity area, mengatur pembuangan sampah, meningkatkan keperdulian akan perlunya konservasi; 5) dimesi politik, dengan indikator: meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA. CBT berkaitan erat dengan adanya partisipasi dari masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri dari dua perspektif yaitu dalam partisipasi lokal dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi lokal berkaitan dengan keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Ada tiga hal pokok dalam perencanaan pariwisata yang partisipatif yaitu berkaitan dengan upaya mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan, adanya partisipasi masyarakat lokal untuk menerima manfaat dari kegiatan pariwisata dan pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal.


Ciri-ciri CBT

Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal serta lain kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan. Sedangkan strategi lainnya adalah strategi yang terfokus pada identifikasi tujuan masyarakat tuan rumah dan keinginan serta kemampuan mereka menyerap manfaat pariwisata. Setiap masyarakat harus didorong untuk mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat lokal. Untuk itu dibutuhkan perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek sosial dan lingkungan masuk dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan wisatawan dan juga masyarakat setempat. Untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di daerah tujuan wisata dapat menggunakan beberapa variabel sebagai berikut. Pertama, proses konsultasi publik dan definisi tujuan setempat (lokal), dalam hal ini menanyakan kepada pedagang kecil, pemilik penginapan, pemilik warung dan persewaan alat transportasi yang ada di sekitar area tujuan wisata apakah mereka diajak berkonsultasi oleh pemerintah tentang perencanaan pariwisata, apakah mereka merasa pemerintah harus berkonsultasi dengan masyarakat lokal untuk merencanakan pariwisata dan apakah mereka ingin lebih dilibatkan dalam perencanaan pariwisata. Kedua, input/masukan/pendapat dari stakeholder (masyarakat, pemerintah termasuk organisasi kepariwisataa seperti PHRI, ASITA) dan NGO, yaitu berkaitan dengan perlu tidaknya mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan pembang -unan pariwisata dan proses perencanaan kepariwisataan yang ada di daerah tujuan wisata. Ketiga, mengikutsertakan masyarakat lokal dalam memanfaatkan industri pariwisata. Keempat, pendidikan bagi penduduk lokal.


Pendekatan Partisipatif Masyarakat

Keuntungan dari pendekatan perencanaan yang partisipatif adalah: 1) mengkonsultasikan proyek dengan masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam manajemen penerapan proyek dan/atau pengoperasian proyek dapat meningkatkan effisiensi proyek, 2) efektifitas proyek jauh lebih meningkat dengan mengikutsertakan masyarakat yang dapat membantu memastikan jika tujuan proyek bisa ditemukan dan keuntungan akan diterima kelompok/masyarakat lokal, 3) sebagai capacity building bagi kelompok masyarakat agar mereka memahami apa itu CBT dan peranannya dalam pembangunan berkelanjutan. ( terjamin bahwa yang terlibat sangat nampak keikutsertaannya secara aktif dalam proyek dengan pelatih -an formal/informal serta kegiatan untuk meningkatkan keperdulian), 4) pemberdayaan lokal meningkat dengan memberi masyarakat lokal kontrol yang lebih besar terhadap sumber daya dan memutuskan penggunakan sumber daya yang berpengaruh/penting sesuai dengan tempat tinggal mereka. (artinya menjamin jika masyarakat lokal menerima keuntungan yang sesuai dengan penggunaan sumber daya), 5) pembagian keuntungan dengan warisan lokal (lokal beneficiaries), misal biaya tenaga kerja, biaya keuangan, operasional dan perawatan proyek dan/atau monitoring dan evaluasi proyek. Lebih lanjut , elemen-elemen dari perencanaan pariwisata partisipatif yang sukses yaitu: 1) membutuhkan kepemimpinan yang efektif (memiliki kredibilitas sebagai orang yang memahami, empati dan perduli den gan pendapat stakeholder, memiliki kredibilitas sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang dibutuhkan di daerah tersebut, mandiri, memiliki kemam-puan mengidentifikasi masalah yang nyata dan tidak nyata, mememiliki kemampuan mengatur partisipan, bersedia mengembangkan kelompok), mampu mengarahkan keterlibatan yang sifatnya top down ke bottom up), 2) pemberdayaan masyarakat lokal, 3) mengkaitkan keuntungan ekonomi dengan konservasi, 4) melibatkan stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek, 5) adanya partisipasi lokal dalam monitoring dan evaluasi proyek.


Dukungan Penuh Pemerintah

Sementara itu beberapa kunci pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan CBT yaitu: pertama, adanya dukungan pemerintah: CBT membutuhkan dukungan struktur yang multi institusional agar sukses dan berkelanjutan. Pendekatan CBT berorientasi pada manusia yang mendukung pembagian keuntungan dan manfaat yang adil serta mendukung pengentasan kemiskinan dengan mendorong pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga SDA dan budaya. Pemerintah akan berfungsi sebagai fasilitator, koordinator atau badan penasehat SDM dan penguatan kelembagaan. Kedua, partisipasi dari stakeholder. CBT didiskripsikan sebagai variasi aktivitas yang meningkatkan dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat. Konservasi sumber daya juga dimaksudkan sebagai upaya melindungi dalam hal memperbaiki mata pencaharian /penghidupan masyarakat. CBT secara umum bertujuan untuk penganeka ragaman industri Peningkatan skope partisipasi yang lebih luas ini termasuk partisipasi dalam sektor informal, hak dan hubungan langsung/tidak langsung dari sektor lainnya. Pariwisata berperan dalam pembangunan internal dan mendorong pembangunanan aktivitas ekonomi yang lain seperti industri, jasa dan sebagainya. Anggota masyarakat dengan kemampuan kewirausahaan dapat menentukan/membuat kontak bisnis dengan tour operator, travel agent untuk memulai bisnis baru. Ketiga, pembagian keuntungan yang adil. Tidak hanya berkaitan dengan keuntungan langsung yang diterima masyarakat yang memiliki usaha di sektor pariwisata tetapi juga keuntungan tidak langsung yang dapat dinikmati masyarakat yang tidak memilki usaha. Keuntungan tidak langsung yang diterima masyarakat dari kegiatan CBT jauh lebih luas antara lain berupa proyek pembangunan yang bisa dibiayai dari hasil penerimaan pariwisata. Keempat, penggunaan sumber daya lokal secara berkesinambungan. Salah satu kekuatan CBT adalah ketergantungan yang besar pada sumber daya alam dan budaya setempat. Dimana aset tersebut dimiliki dan dikelola oleh seluruh anggota masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, termasuk yang tidak memiliki sumber daya keuangan. Hal itu bisa menumbuhkan kepedulian, penghargaan diri sendiri dan kebanggaan pada seluruh anggota masyarakat.


Penutup

Dengan demikian sumber daya yang ada menjadi lebih meningkat nilai, harga dan menjadi alasan mengapa pengunjung ingin datang ke desa. Kelima, penguatan institusi lokal. Pada awalnya peluang usaha pariwisata di daerah pedesaan atau pesisir dan pulau-pulau kecil sulit diatur oleh lembaga yang ada. Penting untuk melibatkan komite dengan anggota berasal dari masyarakat. Tujuan utamanya adalah mengatur hubungan antara penduduk, sumber daya dan pengunjung. Hal ini jelas membutuhkan perkembangan kelembagaan yang ada di sana. Yang paling baik adalah terbentuk lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu dengan ketra mpilan kerja yang diperlukan (teknik, managerial, komunikasi, pengalaman kewirausahaan, dan pengalaman organisasi. Penguatan kelembagaan dapat berbentuk forum, perwakilan, dan manajemen komite. Keenam, keterkaitan antara level regional dan nasional. Komunitas lokal seringkali kurang mendapat link langsung dengan pasar nasional atau internasional, hal ini menjadi penyebab utama mengapa menfaat CBT tidak sampai dinikmati di level masyarakat. Perantara yaitu yang menghubungkan antara aktifitas CBT dengan masyarakat dan turis justru memetik keutungan lebih banyak.

No comments:

Post a Comment