Wednesday, July 1, 2009

GOOD ENVIRONMENTAL GOVERNANCE

( Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 juni 2009 )


Di Indonesia, dalam pencegahan dan penanggulangan dampak lingkungan hidup, pelaksanaan penaatan dan penegakan hukum lingkungan baik di tingkat nasional maupun daerah yang merupakan ujung tombak dari pencegahan dan penanggulangan dampak lingkungan masih memiliki kendala-kendala yang secara umum disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: (1) peran Bapedalda Kota dan Kabupaten masih sangat terbatas dalam melaksanakan tugas pencegahan dan penanggulangan lingkungan hidup; (2) peraturan perundang-undangan yang ada lebih banyak memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat dan/atau Propinsi. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang potensial menimbulkan dampak lingkungan hidup terdapat di wilayah Kota atau kabupaten; (3) tidak adanya pedoman/strategi penaatan dan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup baik di tingkat nasional maupun daerah; (4) lemahnya ketrampilan pejabat pemda dan anggota DPRD dalam menyusun perda yang berkaitan dengan lingkungan; (5) di level kelembagaan, masalah yang ada meliputi tidak adanya mandat/power yang diberikan kepada kelembagaan daerah, masih dicarinya bentuk kelembagaan yang tepat, serta lemahnya kemampuan SDM dalam melaksanakan fungsi penaatan dan penegakan hukum lingkungan; (6) pada akhirnya lemahnya public pressure/control juga memberikan akibat tidak efektifnya penaatan dan penegakan hukum lingkungan.

Di lain pihak, dengan diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, terdapat pengalokasian tugas, fungsi, tanggung jawab, dan wewenang pengelolaan lingkungan hidup yang selama ini terkonsentrasi di pusat kepada Pemerintah Daerah. Dalam masalah pengelolaan lingkungan hidup diatur hal-hal yang menjadi kewenganangan Pemerintah Pusat seperti misalnya penetapan pedoman pencegahan dan penanggulangan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Propinsi meliputi diantaranya pencegahan dan penanggulangan lingkungan hidup, pengawasan pelaksanaan konservasi, pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian sumberdaya air lintas kabupaten/kota.

Untuk itu dalam upaya menciptakan pencegahan dan penanggulangan lingkungan hidup dan sumber daya alam efektif, diperlukan upaya pengembangan kapasitas terhadap 3 prasyarat, yang meliputi, yaitu: (1) adanya kewenangan serta mandat hukum yang jelas bagi pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah dalam melakukan fungsi pencegahan dan penanggulangan dampak lingkungan; (2) adanya pedoman/strategi penataan dan penegakan hukum lingkungan di tingkat nasional maupun lokal; (3) infrastuktur yang memadai pada tingkat kelembagaan, legislasi, kemampuan sumberdaya manusia, dan pendanaan. Bahwa pola bottom up lebih tepat dilakukan dalam kegiatan ini, yaitu dengan terlebih dahulu menyusun strategi di tingkat daerah yang memberikan dasar bagi operasionalisasi penaatan dan penegakan hukum lingkungan. Untuk itu harus ada kerjasama lintas sektoral secara langsung dengan berbagai institusi pemerintahan kabupaten dan/atau kota, termasuk di dalamnya berbagai Dinas/Badan yang ada seperti Bapedalda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Dinas Pertambangan. DPRD Kabupaten/Kota juga akan dilibatkan dalam kegiatan ini. Selain itu penyusunan strategi daerah ini harus dilakukan melalui konsultasi publik antar stakeholder secara menyeluruh sehingga seluruh unsur dalam masyarakat terlibat dalam proses ini.

Disamping perlunya pengembangan kapasitas penaatan dan penegakan hukum lingkungan di tingkat nasional maupun daerah, pengembangan "three pillars" yang merupakan prinsip-prinsip yang dilahirkan oleh Prinsip 10 Deklarasi Rio merupakan hal yang penting diaktualisasikan untuk mewujudkan good environmental governance. Three Pillars yang meliputi akses informasi, partisipasi masyarakat yang genuine dan access to justice dalam konteks enviromental decision making dalam tataran normatif secara relatif telah diakui dalam UU Nomor 23 tahun 1997. Namun demikian pengaktualisasian three pillars masih merupakan hal yang harus terus menerus diperjuangkan.

Pemerintahan Propinsi Kepulauan Riau yang sedang dalam semangat pelaksanaan FTZ hendaknya segera menetapkan strategi pencegahan dan penanggulangan lingkungan hidup dan sumber daya alam secara tepat dan akurat sehingga dapat menghindari krisis ekologi yang mungkin terjadi sebagai dampak negatip dari kegiatan pembangunan di era FTZ. Sehingga keinginan untuk menciptakan Waste Free Zone ( daerah bebas limbah ) pada era FTZ di Kepulauan Riau, khususnya BBK dapat menjadi kenyataan. Dan kasus-kasus yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan, seperti masuknya limbah berbahaya ( B3 ) kedalam wilayah Kepulauan Riau dapat dihindari. Dengan demikian Pemerintahan Propinsi Kepulauan Riau beserta seluruh Kabupaten/Kota didalamnya menjadi suatu pemerintahan yang ramah lingkungan ( Good Environmental Governance ).

No comments:

Post a Comment